Jadi film terlaris Korea di Indonesia !! No spoiler review Exhuma bisa kamu baca disini !!
Ada yang berbeda dari film horor negeri Gingseng ini, Exhuma membuktikan film horor tak selalu tentang jump scare. Begitu juga menyeramkan tak selalu menayangkan banyak kesadisan penuh darah. Namun film ini mampu membuat penonton merinding setelah keluar dari bioskop. Terutama saat mengingat kembali adegan-adegan yang baru disaksikan.
Dengan Exhuma, sutradara sekaligus penulis naskah Jang Jae-hyun kembali memamerkan film dengan jalan cerita yang slow burn. Hal itu dilakukan demi membangun perasaan tak nyaman bagi penonton. Film itu nampaknya sebagai penebusan ‘dosa’ sang penulis naskah setelah film The Priests yang kurang mengembangkan cerita. Dan ada juga Svaha : The Sixth Finger yang terlalu fokus pada narasi sehingga dirasa kurang dalam pendalaman karakter.
Exhuma awalnya memperlihatkan teror mimpi buruk yang dialami keluarga kaya raya turun temurun. Kisah itu membuat penonton menyaksikan ketegangan-ketegangan seputar kekuatan tak kast mata yang mulai dibangun.
Review Exhuma
Semuanya diceritakan secara perlahan dan dibalut dengan tradisi dan kepercayaan masyarakat Korea selama ini. Unsur misteri terus ditambah dan diperdalam oleh Jang Jae-hyun setiap pergantian babak. Dalam beberapa babak awal, penonton sudah disuguhkan penampilan apik dari para pemeran utama. Terutama Choi Min-sik sebagai ahli feng shui dengan segala cara kerjanya yang mungkin terlhat ajaib.
Ada juga Kim Go-eun yang dengan sangat mulus dan menyakinkan mengubah dirinya menjadi dukun muda dengan ritual-ritual yang mungkin tak pernah dibayangkan oleh para penggemarnya. Aksinya tersebut juga dilengkapi dengan scoring dan efek suara yang begitu penuh dan padat dalam waktu lama sehingga membuat ketidaknyamanan atau resah begitu terasa dibagian kursi penonton.
Sekilas, aksi kim Go-eun seperti mengakhiri teror gaib yang dialami kliennya. Itu juga jadi waktu yang pas untuk keluarga itu mengungkapkan hal-hal yang mereka sembunyikan selama ini. Situasi seperti ini ternyata menjadi babak baru yang membuat exhuma bukan sekedar film horor biasa.
Sang penulis memulai babak baru dengan memasukkan sejarah imperialisme Jepang di Semenajung Korea. Dipadukan dengan okultisme dan isu penggalian kubursan yang sudah dibangun sejak awal. Disinilah segala hal yang ditutupi keluarga kaya raya itu mulai terungkap, meski tak secara gamblang. Ada banyak lapisan simbolisme atas kebudayaan atau kepercayaan Korea yang saat itu belum terbelah. Dan juga Jepang disisipkan disana.
Simbol-simbol tersebut mungkin sedikit susah dicerna atau tidak dapat dimengerti secara langsung oleh semua penonton. Ini yang menjadi catatan bagi Exhuma.
Catatan Bagi Exhuma
Metafor-metafor itu pada akhirnya akan dijelaskan kepada penonton. Tapi penjelasnya dilalukan dengan begitu cepat, baik melalui narasi para karakter dan juga potongan gambar yang ditampilkan dilayar. Penonton seperti diyakini dapat merangkum dan memahani begitu banyak permasalahan yang muncul sejak awal. Padahal untuk tau dasar dari problem itu hanya dari pengungkapan yang sangat singkat.
Catatan lainnya adalah ketegangan yang dibangun dengan hati-hati dan terjaga di awal tiba-tiba menurun dibagian klimaks. Disaat ketika kekuatan jahat utama yang jadi pusat dari misteri dan teror film ini terungkap. Narasi berikutnya berusaha keras untuk membuat penonton mengerti dengan segalanya. Tak menyisakan cukup ruang untuk berimajinasi.
Ada pula karakter yang nasibnya dibiarkan begitu saja ditengah, padahal mereka sesungguhnya turut andil dibalik kejadian buruk yang dialami empat karakter utama. Meski babak-babak akhir menyisakan sedikit catatan, bagian itu juga yang digunakan Jang Jae-hyun memastikan setiap karakter memiliki Spotlight masing-masing tanpa ada yang terabaikan.
Dalam bagian tersebut, penonton bisa menyaksikan lebih lanjut peran Yoo Hae-jin sebagai pemilik usaha pemakanan dan tangan kanan Choi Min-sik. Begitu pula dengan Lee Do-hyun ia amat baik menampilkan situasi mencekam hanya melalui ekspresi.
Pada akhirnya, Exhuma jadi film yang menghadirkan ketegangan dan rasa tidak nyaman secara implisit, perlahan dan pasti. Film bergenre horor misteri ini juga menghadirkan ‘kekuatan jahat’ yang mungkin akan jauh dari ekspektasi dan imajinasi penonton.