Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang pada saat ini sebesar 11 persen akan naik menjadi 12 persen tahun depan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun taukah kamu siapa paling kena dampak PPN naik ini??
Dalam Pasal 7 beleid tersebut ditetapkan tarif PPN sebesar 11 persen berlaku 1 April 2022 dari sebelumnya 10 persen. Kemudian akan naik lagi tahun depan sebanyak 1 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perubahan pemimpin negara mulai Oktober 2024 mendatang tak akan mempengaruhi rencana yang sudah disusun.
Lalu apa dampaknya jika PPN naik menjadi 12 persen?
Kenaikan PPN tentunya akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang kena pajak. Analis Senior Indonesia Strategic and Econimic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita mengatakan ada dua kemungkinan dampak kenaikan PPN ini, bisa baik dan buruk.
Dampak baiknya, apabila kenaikan PPN digunakan untuk belanja sosial yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi ketimpangan. Karena, secara ekonomi akan terjadi penguatan daya beli dan meningkatkan konsumsi.
Tapi, jika kenaikan PPN bertujuan untuk membiayai kebijakan yang tidak terkait dengan peningkatan daya beli dan kesejahteraan rakyat, maka kondisi ekonomi akan semakin sulit. Selain itu, daya beli masyarakat menengah atas yang selama ini menjadi penopang perekonomian bisa turun. Pasalnya, mereka akan lebih memilih menahan belanja untuk mengantisipasi dampak kebijakan PPN ini. Akhirnya yang terjadi dunia usaha yang akan tertekan.
Masyarakat Kelas Menengah Paling Terdampak.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan yang paling terdampak jika PPN naik tahun depan adalah masyarakat kelompok menengah rentan miskin.
Karena menurutnya, kenaikan PPN ini akan berdampak pada lonjakan inflasi. Meski tidak besar, namun inflasi yang saat ini sudah tinggi. Terutama pangan, akibat kenaikan harga akan menambah tekanan ke kelas menengah bawah. Alasan utamanta adakah karena kelas menengah ini sama sekali tidak menerima bantuan dari pemerintah.
Namun karena kenaikan PPN ini tidak diikuti oleh kebijakan lainnya, maka tekanannya mungkin bisa diminimalisir. Karena barang yang terdampak kenaikan PPN bukan kebutuhan primer.
Sementara, Ekonom LPEM UI Teuku Riefky menilai kenaiakn PPN tersebut sangat tepat. Karena menurutnya tarif Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara lainnya. Riefky menilai jika ingin mendorong belanja pemerintah, belanja sosial, hingga pembangunan infrastruktur, maka perlu penerimaan pajak yang tinggi. Artinya, penerimaan negara juga harus ikut terkerek dan itu melalui pajak karena 80 persen penerimaan negara ditopang oleh pendapatan pajak.
Ia juga menilai kenaikan PPN tidak akan terlalu menekan daya beli masyarakat. Apalagi nantinya uang pajak yang naik akan dibelanjakan kembali oleh pemerintah untuk membantu masyarakat miskin.