Saking viralnya suku Togutil masuk ke kawasan pertambangan di Kaorahe di kawasan hutan Halmahera, Maluku Utara, bahkan Kementerian Sosial mengecek kebenaran yang terjadi di kawasan pertambangan tersebut.
Keluarnya tiga anggota suku Togutil yang menghuni hutan Halmahera itu terkait dengan penyerangan suku Togutil terhadap pekerja pertambangan dan sebaliknya.
Safrudin Abdulrahman, antropolog yang juga dosen Universitas Khairun Ternate, mengatakan, video tersebut dan tanggapan warganet mendapat perhatian dari Kementerian Sosial. Safrudin yang juga menjabat sebagai konsultan Kementerian Sosial bidang pemberdayaan masyarakat adat terpencil juga melaporkan situasi di sana.
Menurut travel.detik.com, wilayah yang mereka (suku Tugotil) tempati di hutan Halmahera Timur dan Halmahera Tengah merupakan dua kabupaten yang telah diserbu oleh perusahaan pertambangan besar dan mereka dorong masuk ke dalam hutan. Otomatis wilayah dan tempat tinggal masyarakat Tugotil menjadi semakin sempit. Selain itu, wilayah berburu dan tempat berkumpul atau mencari makan juga semakin menyempit. Hal ini membuat mereka sering keluar ke kawasan pertambangan tersebut untuk meminta makan, kata Safrudin.
Indikasi Yang Kurang Baik Untuk Suku Togutil
Safrudin menjelaskan, dalam video tersebut terdengar teriakan ‘Hobata’ yang artinya teman atau saudara. Kemudian mereka (suku Togutil dan para pekerja tambang) saling berkomunikasi menggunakan bahasa Tobelo.
Suku Togutil bertanya kepada para pekerja tambang apakah ada makanan. Kemudian, para pekerja tambang menawari mereka makanan. Terlihat dalam video, masyarakat suku Togutil makan bersama.
Meski para pekerja tambang dan anggota suku Togutil sudah akrab dan berinteraksi dengan baik, namun ada hal yang tidak bisa diabaikan dalam video tersebut. Safrudin menegaskan, semakin banyaknya mereka yang keluar ke area pertambangan untuk mencari makan membuat mereka kesulitan mencari makan.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa mereka semakin sering keluar rumah dan meminta makanan seperti itu, karena mereka juga mengalami kesulitan. Kawasan berburu dan mencari makan semakin menyempit, karena perusahaan terlalu banyak melakukan penetrasi ke dalam hutan yang menjadi wilayahnya, kata Safrudin.
Baca Juga : Tragedi Studi Tour di Subang Yang Alami Kecelakaan